Pages

Monday, June 15, 2015

Bipolar Disorder




 Halo kawan-kawan, sudah lama saya tidak memposting artikel di blog ini. Kangen ya? Nggak kan? Okay, pada artikel ini saya akan sedikit mengulas mengenai kasus bunuh diri Robin Williams sang aktor kawakan yang membintangi banyak film. Mengapa ia bunuh diri? Apa penyebabnya? Untuk lebih jelasnya, silahkan dibaca sampai habis ya.

Jakarta, Dugaan bunuh diri di balik kematian aktor Robin Williams cukup mengejutkan. Bintang film Mrs Doubtfire ini dikenal lucu dan disukai banyak orang, nyaris tidak menyiratkan adanya masalah kejiwaan yang menghantuinya. Kenyataannya, sang aktor sudah sejak lama mengalami ketergantungan alkohol dan obat terlarang. Para pakar kesehatan jiwa menilai, Williams juga mengidap gangguan bipolar, yakni gangguan suasana hati yang dicirikan dengan episode manik dan depresif.
"Tampaknya, dia sedang berada dalam salah satu episode depresi saat dia mengakhiri hidupnya," John M Hrohol, Psy.D, psikolog yang juga founder sekaligus CEO Psych Central, dikutip dari psychcentral.com, Selasa (18/8/2014).
Episode depresi dalam siklus bipolar membuat seseorang terjerumus dalam suasana hati yang paling menyedihkan. Berbagai perasaan negatif termasuk kesepian bisa muncul, sekalipun pada orang yang begitu populer dan disukai banyak orang seperti halnya Williams.
"Saat depresi, orang akan lupa begitu saja," kata Julie Cerel, seorang psikolog dari American Association of Suicidology, mengomentari dugaan bunuh diri pada kasus Robin Williams.
"Mereka habis oleh depresi dan perasaan tidak berharga karena lupa sama sekali akan hal-hal indah yang mereka punya dalam hidupnya," lanjut Cerel yang juga seorang profesor diUniversity of Kentucky.
Menurut Cerel, mengalami depresi dan berada dalam kecenderungan bunuh diri bisa mengacaukan realitas. Realitas bahwa orang tersebut punya orang-orang dekat yang mencintainya, dan bahwa dirinya dicintai oleh semua orang. (www.health.detik.com)

Cukup mengejutkan bukan aktor yang dikenal selalu tampak ceria dan tidak memiliki masalah tiba-tiba diberitakan bunuh diri? Sebenarnya apa yang terjadi pada aktor Robin William? Ya, mungkin sebagian dari kita mengetahui bahwa Robin William mengidap gangguan Bipolar Disorders. Apa itu bipolar, apakah itu berarti memiliki dua kutub? Nah, sekarang mari kita mulai membahas mengenai fenomena ini dengan terlebih dahulu mengerti definisi dari bipolar disorders. Gangguan bipolar menurut ”Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Text Revision” edisi yang  ke empat (DSM IV-TR) ialah gangguan gangguan mood ekstrim yang dapat merubah mood yang bahagia (mania) menjadi depresi dengan waktu yang cepat.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa gangguan bipolar itu berarti pengidapnya pada suatu saat ia merasa sangat senang. Tidak lama kemudian ia mengalami perubahan emosi atau mood yang sangat cepat, hingga ia merasa depresi. Ketika merasa depresi, banyak pengidap gangguan ini yang menggunakan cara irasional untuk menghadapi depresinya tersebut. Ketika pembaca depresi, apa yang akan anda lakukan? Mencari ketenangan? Mencari tempat untuk diajak curhat? Mungkin itulah reaksi yang umum pada orang yang tidak mengidap gangguan ini. Namun berbeda lagi ketika depresi tersebut dialami oleh pengidap gangguan bipolar.
Marilah kita mengambil satu contoh aktris Indonesia yang mengidap gangguan ini, Marshanda. Ramai diberitakan ketika remaja cantik ini mengunggah videonya yang menunjukkan bahwa ia tak terkontrol hingga “jingkrak-jingkrak” kesenangan. Namun di dalam video yang sama, dalam waktu singkat Marshanda tiba-tiba menangis dan depresi. Pengidap gangguan bipolar akan berubah mood nya sangat cepat dan jika tingkat depresinya mencapai batas maksimal, ia dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat diduga.
Nah, untuk mengetahui seperti apa orang yang bipolar itu mari kita membahas ciri-ciri orang yang mengidap Bipolar Disorder. Pengidap gangguan ini sangat mudah berganti suasana hati (mood), penderita gangguan bipolar sering mengalami mood swing yang ekstrim. Dari mood yang senang (mania) berubah dengan cepat ke mood depresi, begitu juga sebaliknya. Ketika berada pada tingkat depresi, si penderita akan merasa sedih tak berdaya, serta merasa berputus asa. Ketika pada tingkat mania, si penderita akan terlihat riang gembira dan penuh energi.

Gambar 1. Fase yang dialami penderita Bipolar Disorder
     
    Orang yang tidak menderita gangguan bipolar dapat mengatur dan mengendalikan emosinya secara sadar. Namun jika dihubungkan pada individu yang mengidap gangguan Bipolar, mereka tidak dapat memahami tujuan dari emosinya tersebut, dan sulit untuk  mengatur emosinya.
  Gangguan Bipolar yang dialami oleh Robbin Williams adalah gangguan Bipolar dengan tingkat depresi ekstrim sehingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Menurut Jiwo (2012), ada empat tipe gangguan Bipolar, yaitu :
1.  Gangguan Tipe I : Gangguan mood yang ekstrim, dalam kondisi terlalu riang (mania)  penderitanya terlihat seperti maniak dan terkadang berbahaya.
2.  Gangguan Tipe II : Gangguan mood yang tidak terlalu ekstrim, tetapi kondisi depresinya lebih lama jika dibandingkan dengan kondisi riang (mania).
3.   Bipolar Disorder Not Otherwise Specified (BP-NOS) : gejala-gejala bipolar yang muncul pada pengidap, namun tidak dapat digolongkan pada Tipe I atau II karena ambigu.
4.  Gangguan Cyclothymic : Bentuk ringan dari Tipe I dan II, kondisi mania dan depresinya tidak terlalu parah.
Menurut penjelasan sebelumnya, penulis berpendapat bahwa Robbin Williams mengalami gangguan tipe II, karena dia dikenal sebagai pribadi yang ceria dan bukan termasuk pribadi yang terdeteksi sebagai pengidap bipolar. Namun, banyak sumber yang mengatakan bahwa ia mengalami depresi yang parah. Depresi yang dialami oleh Williams terjadi berkepanjangan dan mendalam, ditambah dengan kondisi hidupnya saat itu yang tidak se-tenar dahulu.
Setelah mengetahui ciri-ciri pengidap gangguan bipolar, mungkin kita akan khawatir dengan adanya pengidap gangguan ini di sekitar kita. Apakah orang yang moody adalah pengidap gangguan bipolar? Bagaimana sih gejala-gejala orang yang mengidap gangguan bipolar ini? Sebenarnya semua orang dapat mengidentifikasi dan mengetahui ciri-ciri pengidap gangguan bipolar. Dalam buku serial bipolarnya, Jiwo (2012) menuliskan bahwa gangguan jiwa bipolar, memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
 - Seasonal changes in mood, perubahan suasana hati musiman. Seperti pada penyakit Seasonal Affective Disorder (gangguan affektif musiman), suasana hati atau mood penderita bipolar dapat berubah selaras dengan perubahan musim.
 - Rapid cycling bipolar disorder, pada beberapa penderita gangguan bipolar yang ekstrim perubahan suasana hati berlangsung cepat, yaitu mengalami perubahan mood dalam hitungan jam. Pengidap gangguan bipolar ringan mengalami perubahan mood 5 kali atau lebih dalam setahun.
 - Psychotic. Pada penderita bipolar dengan gejala mania atau depresi berat, sering muncul gejala psikotis berupa halusinasi (suara atau penglihatan) dan delusi (percaya sesuatu yang berbeda dengan kenyataan).
 - Perilaku berubah dalam waktu yang cepat, biasanya bersifat impulsif (bertindak tanpa berpikir) dan melakukan perilaku yang memiliki resiko tinggi.

Yap, mencengangkan bukan gejala-gejala yang dialami oleh pengidap bipolar. Apakah anda memiliki beberapa gejala yang disebutkan sebelumnya? Harap hati-hati dan segera memeriksakan diri ke psikiatri atau orang yang kompeten di bidang ini. Karena mungkin saja kita memiliki bibit-bibitnya. Oke, lalu apa sih yang menyebabkan seseorang dapat mengidap gangguan bipolar? Menurut teori stress-vulnerability model (dalam Jiwo, 2012) , ada beberapa faktor penyebab gangguan jiwa bipolar, yaitu:
1. Genetika dan riwayat keluarga. Penderita bipolar lebih sering dijumpai pada penderita yang mempunyai saudara atau orang tua dengan gangguan bipolar.. Penelitian menunjukkan bahwa pada orang orang dengan riwayat keluarga penderita bipolar maka kemungkinannya terkena bipolar akan sedikit lebih besar dibandingkan masyarakat pada umumnya. Wah seperti diabetes ya?
2. Psychological vulnerability. Kepribadian seseorang, cara yang khas dari seorang individu untuk menghadapi masalah hidupnya. Entah ia memilih untuk menghadapi masalah, membiarkan masalah itu, atau memilih lari dari masalah. Biasanya orang yang lari dari masalah akan mendapat imbas atau konsekuensi yang lebih besar loh.
3. Lingkungan yang menekan (stressful) dan kejadian dalam hidup (live events). Lingkungan yang menekan akan membuat orang depresi. Apalagi ditambah ia memiliki masa lalu atau pengalaman yang buruk, dan terjebak dalam penyesalan dan kesedihannya.
4. Gangguan keseimbangan hormonal, menurut Pinel (2011), hormon yang mempengaruhi mood adalah hormon Estradiol dan Progresteron. Nah, ketika hormone progesterone atau estradiol lebih banyak diproduksi maka seseorang akan menjadi labil dan terjadi mood swing.

Lalu bagaimana dong cara mengatasi teman, kolega, atau keluarga kita yang mengidap gangguan bipolar? Catatan pertama, sebaiknya segera dilakukan penanganan agar gangguan tersebut tidak menjadi parah dan menguasai diri dari penderitanya. Tidak ingin kan orang yang penting dalam hidup anda harus menderita akibat gangguan ini? Banyak cara yang dapat digunakan untuk menangani penderita Bipolar. Menurut Pinel (2011), ada obat-obatan yang dapat digunakan contohnya untuk meringankan tingkat depresi (antidepresan) pada penderita bipolar dapat menggunakan SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) yang berguna untuk mengambat serotonin, atau fluoxetine yang berguna untuk antidepresan pula.
Untuk mengobati penderita bipolar, menurut Pinel (2011) dapat menggunakan Lithium yang merupakan obat untuk menstabilkan suasana hati (mood stabilizer). Obat asenapine bisa dipakai untuk mengobati labilnya emosi dari pengidap gangguan ini. Selanjutnya adalah benzodiazepine, obat ini untuk mengurangi kecemasan (anxiety) dan memperbaiki gangguan tidur. Selain pencegahan menggunakan obat-obatan, kita juga dapat mengkonsultasikan kepada psikolog untuk melakukan psikoterapi yang rutin agar gangguan Bipolar tidak semakin parah. Karena selama ini diketahui bahwa gangguan bipolar ini tidak bisa disembuhkan secara total, namun hanya dapat di kurangi efek dan intensitasnya. Maka dari itu dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak untuk menjaga agar kondisi mood penderita bipolar stabil dan tidak mengalami episode mania ataupun depresi. 
Nah, cukup sekian yaa pembahasan mengenai gangguan bipolar. Jika kita memiliki kolega, keluarga, ataupun teman yang terkena gangguan ini maka kita harus menjaga agar mood nya stabil. Kita gak ingin mereka bunuh diri seperti Williams atau membuat video youtube seperti Marshanda kan? Maka dari itu dijaga yaa.



Referensi :

- Jiwo, Tirto. (2012). Gangguan Jiwa Bipolar: Panduan Bagi Pasien, Keluarga dan Teman Dekat. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015 di http://tirtojiwo.org/wp-content/uploads/2012/05/Seri-bipolar.pdf

- Pinel, John P.J. (2011). Biopsychology. United States of America: Pearson Education, Inc

- Pramudiarja, Uyung. (2014). Kasus Robin Williams, Jangan Remehkan Depresi dan Gangguan Bipolar. Diakses pada tanggal 18 Juni 2015 di http://health.detik.com/read/2014/08/12/105721/2659597/763/kasus-robin-williams-jangan-remehkan-depresi-dan-gangguan-bipolar



Thursday, December 18, 2014

Billingualisme

Halo kawan-kawan semua, kali ini saya akan membahas mengenai fenomena billingualisme yang akhir-akhir ini cukup gencar terjadi di masyarakat modern yang ada di Indonesia. Sebagai intermezzo, mari kita membahas mengenai definisi dari bahasa yang menjadi langkah utama untuk mempelajari suatu hal. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti dari bahasa adalah 1 sistem lambang bunyi yg arbitrer, yg digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri; 2 percakapan (perkataan) yg baik; tingkah laku yg baik; sopan santun budi bahasa atau perangai serta tutur kata menunjukkan sifat dan tabiat seseorang (baik buruk kelakuan menunjukkan tinggi rendah asal atau keturunan).
Sedangkan dari pandangan Sternberg (2009) menyatakan bahwa bahasa adalah kombinasi kata-kata yang memiliki makna tertentu sebagai sarana berkomunikasi. Menurut Karl Buhler (1934), di dalam penggunaan bahasa itu terdapat 3 dorongan utama, yaitu Kundgabe, Auslosung, dan Darstellung.
1.      Kundgabe, yaitu dorongan pada seorang individu untuk mengekspresikan isi batinnya                          berupa pikiran, kemauan, harapan, dll
2.      Auslosung, yaitu dorongan untuk mengucapkan kata-kata yang dipelajari dari orang                             lain.
3.      Darstellung, yaitu ketika seseorang ingin mengungkapkan sesuatu yang menarik dan                            unik
Ketika sudah mengetahui dorongan seseorang untuk menggunakan bahasa, maka selanjutnya yang perlu kita ketahui yaitu fungsi dari bahasa, fungsi bahasa menurut Searle (1979) diantaranya adalah :
1.      Untuk mendeskripsikan sesuatu/objek
2.      Untuk meminta orang lain melakukan sesuatu
3.      Untuk mengekspresikan sikap dan perasaan
4.      Untuk membuat komitmen
5.      Untuk mencapai/meraih sesuatu secara langsung
Cukup jelas kan, bahwa bahasa adalah salah satu aspek penting yang dibutuhkan manusia untuk berinteraksi dengan orang lain.
Banyak sumber-sumber yang dapat membuat seseorang mengetahui sebuah bahasa/memperoleh bahasa. Menurut Chomsky (1960) penguasaan Bahasa adalah sesuatu yang bersifat bawaan  (Innate mechanism), dan semua manusia mempunyai LAD (Language Acquistition Device). Sedangkan ada pandangan lain yang mengatakan bahwa Bahasa dikuasai sambil melakukannya (learning by doing) dan pengaruh lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah dapat berpengaruh.dalam pemerolehan bahasa.
Seseorang yang hidup di Indonesia setidaknya hanya dapat mengucapkan bahasa Indonesia saja, lalu bagaimana pendapat kalian mengenai fenomena orang Indonesia yang dapat berbicara bahasa inggris atau bahasa lain dengan fasih pula? Disebut fenomena apakah ini?. Yap, fenomena tersebut sering disebut bilingualism (Dwibahasa). Bagaimana pandangan psikologi mengenai kasus bilingualisme ini?
Bilingualisme  menurut Bloomfield (1933) yaitu keadaan dimana seseorang dapat menguasai dua bahasa seperti penutur aslinya. Lalu bagaimana para Bilingual (sebutan obyek yang menguasai dwibahasa) ini belajar bahasa kedua mereka?. Schneiders (1964) menyebutkan penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan memuaskan.
Penjelasan diatas menjelaskan bahwa kemampuan seseorang dalam berbahasa diperoleh melalui interaksi individu tersebut dengan lingkungannya. Ada pandangan lain yang mengatakan bahwa penguasaan bahasa adalah sesuatu yang bersifat bawaan  (Innate mechanism), dan semua manusia mempunyai LAD (Language Acquistition Device) dengan kata lain bahasa adalah bakat alamiah manusia (Chomsky, 1960).
Menurut penulis, kemampuan memperoleh bahasa dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut, dengan kata lain faktor alamiah dan faktor interaksi individu dengan lingkungannya (sosialisasi) juga berpengaruh besar. Faktor alamiah, lebih spesifiknya intelejensi berpengaruh pada tingkat kemaampuan seseorang dalam mempelajari bahasa. Lingkungan sosial akan lebih berpengaruh jika terdapat orang-orang yang lebih berpengalaman dalam penggunaan bahasa asing.
 Apakah bilingualisme diartikan sebagai penguasaan yang utuh kepada dua bahasa?,  Dalam artikelnya Becoming Bilingual, Letts (1999) menjabarkan empat jenis pemerolehan bahasa dalam bilingualisme :
1.      Pemerolehan Simultan
          Seperti disebutkan di atas, pemerolehan simultan terjadi jika penguasaan terhadap                                 kedua bahasa berlangsung pada waktu yang bersamaan.
2.      Pemerolehan Sekuensial
         Berbeda dengan pemerolehan simultan, pada pemerolehan sekuensial anak telah                                   menguasai L1 (bahasa ibu)  terlebih dahulu sebelum memperoleh L2 (bahasa asing).
3.      Dominansi dan Atrisi Bahasa
        Ketika seseorang menguasai L2, kemudian ia lebih dominan dalam menggunakan L2,                          dan L1 semakin jarang digunakan.
4.      Interference
         Interference terjadi jika suatu kata dalam L1 digunakan dalam penggunaan L2 atau                              sebaliknya. Dengan kata lain mencampur L1 dan L2 pada waktu yang bersamaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah kapan sebaiknya individu belajar bahasa kedua atau bahasa asing? Apakah sejak dini? Atau semenjak individu tersebut mulai mengenyam pendidikan formal di sekolah?. Menurut literatur-literatur yang penulis baca, banyak diantaranya berpendapat bahwa sebaiknya seorang individu mulai diajarkan bahasa ke-2 atau bahasa asing sejak masa pembentukan (± 2 tahun) tujuannya agar anak-anak itu mengerti dulu, nanti saat mencapai usia tertentu, mereka akan mulai bicara. Pendapat lain mengatakan bahwa  alangkah lebih baik jika bahasa ibu dimantapkan terlebih dulu baru anak diajarkan bahasa lainnya.
Dampak negatif jika seorang individu mulai diajarkan bahasa ke-2 sebelum menguasai bahasa ibu adalah individu tersebut akan merasa kebingungan dalam mengolah bahasa atau menggunakan bahasa. Hal yang paling ditakutkan adalah ketika seorang individu yang telah diajarkan bahasa ke-2 sejak dini akan berdampak pada berkurangnya penggunaan (dominasi) bahasa ibu.
Meskipun ada efek negatif, pasti ada dampak positif yang akan diterima oleh seorang individu ketika ia menguasai dua bahasa. Contohnya adalah :
1.      Seseorang yang bilingual cenderung lebih fleksibel
2.      Mengenal banyak orang dengan latar belakang yang berbeda-beda
3.      Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan bahasa ke-2 nya
4.      Terlihat lebih unggul jika dibandingkan dengan seseorang yang monolingual,  dsb.
Menurut pandangan penulis, lebih baik bahasa ke-2 diajarkan ketika seorang individu mulai mantap dengan bahasa ibunya. Sehingga individu tersebut tidak kebingungan dalam memilih bahasa yang tepat untuk berkomunikasi dengan lingkungannya. Penulis berpendapat sebaiknya anak mulai diajarkan bahasa ke-2 ketika menginjak bangku sekolah dasar (±7 tahun).




Referensi

Bloomfield, Leonard. (1995). Language. Terjemahan I. Sutikno. Bahasa. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hanifa, Ninip . (2011).  Pemilihan Kode Dalam Masyarakat Dwibahasa : Masyarakat Jawa di Daerah Jatibening Bekasi. Diakses di http://journal.ppsunj.org/jpbs/article/download/148/148
Hogg, Michael A & Vaughan, Graham M. 2011. Social Psychology. England: Pearson Education
Kartono, Kartini. (1982). Psikologi Anak. Bandung : ALUMNI
King, Laura A. (2007). The Science of Psychology : An Appreciate View. New York: McGraw-Hill.


Apa Itu Psikologi??

Apa Itu Psikologi?
            Pada artikel ini, penulis akan membahas mengenai sejarah berdirinya psikologi, aliran-aliran yang ada di dalam psikologi, dan kajian-kajian psikologi yang berkembang saat ini. Psikologi, istilah ini berasal dari Yunani yaitu “psyche” yang berarti jiwa dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi, secara harfiah, psikologi berarti ilmu jiwa, atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Namun apakah benar psikologi mempelajari jiwa yang letaknya abstrak?
            Mussen & Rosenzwieg (1975, dalam Sobur, 2003) mengartikan psikologi sebagai ilmu yang mempelajari mind (pikiran), namun dalam perkembangannya, kata mind berubah menjadi behavior (tingkah laku), sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan proses-proses mental (George A. Miller, 1974). Mussen & Rosenzwieg menyatakan hal ini karena jiwa amat sulit untuk diamati karena abstrak, untuk itu cara yang dapat dilakukan adalah mengamati perilakunya.
            Pada awalnya psikologi adalah sebuah ilmu filsafat, tokoh pada saat itu yang mulai memikirkan mengenai jiwa adalah Plato. Saat itu, Plato mulai membedakan antara jiwa dan raga sedemikian rupa sehingga muncul konsep dualisme jiwa dan raga. Konsep Plato mengenai dualisme tersebut dituliskan di buku karya Ash-Shadr, Ash-Shadr (1993, dalam Sobur, 2003) menyebutkan bahwa jiwa memiliki dua predisposisi. Pertama, jiwa sudah ada sebelum adanya badan di alam materi. Kedua, pengetahuan rasional adalah pengetahuan terhadap realita-tealita yang tetap di alam yang lebih tinggi (archetypes). Pada intinya Plato melihat manusia dalam kesatuan badan-jiwa.
            Dualisme jiwa-badan yang dicetuskan oleh Plato, pada zaman renaisan (pencerahan) Eropa Barat dibahas kembali oleh seorang Rene Descartes (1596-1650). Pada saat itu Rene Descartes memberikan ungkapan “Cogito Ergo Sum” yang berarti (saya berpikir, karena itu saya ada). Descartes menjelaskan bahwa jiwa pada hakikatnya cenderung mengarah ke badan atau ragawi, tetapi jiwa yang memberi kesadaran dan arti pada ragawi kita, sehingga menunjukkan eksistensi “aku”. Berikut ini adalah tahapan metode pemikiran Descartes yang dituliskan Sobur (2003) dalam bukunya :
Reserved: Aku `ada` karena berpikir
Text Box: Benda Indrawi tidak ada Text Box: Gerak, jumlah, besaran. Reserved: Aku ragu karena berpikir
Reserved: Aku sedang ragu, ada
 

           

Tahapan Metode Descartes
Descartes yang notabene adalah seorang filsuf, matematikawan, dan ilmuwan jelas bahwa ia bukanlah seorang ahli psikologi. Tetapi, hingga saat ini dikenal sebagai tokoh Renaisans bagi ilmu pengetahuan psikologi, namun beliau bukanlah pendiri atau perintis dari ilmu psikologi itu sendiri. Lalu siapakah tokoh yang mendirikan psikologi sebagai salah satu ilmu pengetahuan?. Mungkin banyak dari kita yang telah mengetahui bahwa Bapak Psikologi adalah Wilhelm Wundt (1832-1920). Psikologi dikukuhkan sebagai ilmu pengetahuan atas jasa-jasa beliau yang mendirikan laboratorium psikologi pertama di dunia, yaitu di Leipzig, Jerman pada tahun 1879.
Dalam laboratoriumnya Wundt banyak meneliti mengenai persepsi, reproduksi, memori, asosiasi, dan fantasi (Sobur, 2003). Pada saat awal berdirinya psikologi ini masih banyak penelitian (eksperimen) mengenai gejala-gejala psikis yang berlangsung di dalam jiwa yang “sadar”, namun kejadian-kejadian yang “tak sadar” masih belum dikembangkan pada saat itu (Gerungan, 1987). Contoh dari eksperimennya yaitu ketika Wundt dan dua mahasiswanya mengukur jarak dan waktu menggunakan tombol telegraf, eksperimen ini adalah salah satu cara untuk mengukur perilaku manusia melalui pengukuran fisiologis (King, 2010).
Eksperimen yang dilakukan oleh Wundt ini berupaya untuk mengukur waktu yang dibutuhkan otak manusia untuk menerjemahkan informasi melalui tindakannya, dasar eksperimen ini adalah bahwa proses mental dapat dikaji secara kuantitatif (King, 2010).  Setelah psikologi resmi menjadi sebuah cabang ilmu pengetahuan yang konkrit, mulai bermunculan berbagai pandangan dan aliran pemikiran mengenai psikologi. Berikut ini adalah aliran-aliran yang ada di dalam ilmu psikologi modern :
1. Strukturalisme
Aliran strukturalisme yang dicetuskan oleh bapak psikologi Wilhelm Wundt, awalnya beliau melakukan eksperimen pertamanya di laboratorium di Leipzig untuk meneliti mengenai gejala-gejala psikis yang berlangsung di dalam jiwa yang “sadar”. Aliran ini berguna untuk menemukan unsur-unsur dasar, atau struktur proses-proses mental manusia (King, 2010). Strukturalisme menggunakan metode introspeksi (observasi diri dari pengalaman). Kesadaran dan pikiran adalah sama, kecuali dalam hal kesadaran melibatkan proses-proses mental, sedangkan pikiran melibatkan keseluruhan dari proses-proses ini (Schultz & Schultz, 2014).
2. Fungsionalisme
Aliran Fungsionalisme mengatakan bahwa proses mental manusia, proses inderawinya, dan juga pemikiran dalam melakukan sesuatu itu merupakan bagaiamana cara individu beradaptasi dengan lingkungannya (King, 2010). Dalam aliran ini juga membahas tentang seleksi alam yang dicetuskan darwin, yaitu suatu usaha untuk bertahan hidup agar tetap eksis, dan bentuk-bentuk kehidupan yang mampu bertahan adalah yang dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan baik (Schultz & Schultz, 2014).
3.       Gestalt  
Aliran gestalt mengkritik terhadap aliran strukturalisme, aliran ini memandang bahwa persepsi manusia terjadi secara menyeluruh, sekaligus, terorganisir dan tidak parsial (Sobur, 2003). Psikologi Gestalt meyakini bahwa lebih banyak hal yang dapat kita persepsikan jika dibandingkan dengan hal yang dapat kita lihat. Dengan kata lain persepsi kita lebih maju jika dibandingkan dengan elemen sensoris yang kita peroleh dari organ indra manusia (Schultz & Schultz, 2014).
 4. Behaviorisme
Aliran behaviorisme mempelajari tentang perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman masa lalu sebagai bagian dari proses belajar atau latihan. Contoh aplikasi dari aliran behaviorisme adalah ketika kita memiliki suatu tujuan, maka kita akan mengubah perilaku kita untuk mencapat tujuan kita (Schultz & Schultz, 2014). Manusia dianggap sebagai mesin yang bisa diprediksi dan dapat diketahui respon perilakunya melalui stimulus yang diberikan berulang kali. Watson (dalam Sobur, 2003) mengatakan bahwa hampir semua perilaku merupakan hasil dari pengondisian, dan lingkungan membentuk perilaku kita. Aliran ini mempelajari tingkah laku manusia yang empiris atau dapat dilihat, diukur, dan diamati secara langsung.
5.    Psikoanalisa
Psikoanalisis terfokus pada ketidaksadaran (Unconsciousness) manusia. Freud mengatakan bahwa dalam membedakan pikiran menjadi sadar dan tidak sadar menjadi tiga bagian yang dianalogikan seperti gunung es yaitu Id, Ego, dan Superego (Schultz & Schultz, 2014). Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia untuk menyenangkan dirinya. Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan keadaan atau realitas dunia luar. Yang terakhir  Superego bisa diartikan sebagai kontrol diri, atau menghendaki agar dorongan-dorongan tertentu yang positif dari Id saja yang direalisasikan (Sobur, 2003). Kemudian ada kritik mengenai pandangan Freud yang menyatakan bahwa kepribadian ditentukan oleh pengalaman masa kecil. Carl Jung menyatakan bahwa kepribadian dibentuk oleh pengalaman sepanjang kita menjalani kehidupan ini.
6. Humanistik
Aliran ini melawan anggapan bahwa manusia sebagai organisme dan mesin. Para psikolog humanistik juga berpendapat manusia adalah makhluk yang sempurna dan memiliki keunggulan dan kebebasan untuk mengekspresikan dirinya (Sobur, 2003). Para psikolog humanistik juga yakin bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks dan tidak dapat diobjekkan, dikuantifikasi, ataupun di reduksi menjadi unit-unit S-R (stimulus-respon) (Schultz & Schultz, 2014). Abraham Maslow juga menganggap manusia sebagai makhluk yang membutuhkan sarana untuk mengaktualisasikan dirinya, hal ini terdapat pada teori hirarki kebutuhan manusia miliknya.
7. Psikologi kognitif
Menganalogikan sistem cara kerja otak manusia sebagai komputer dimana ada proses input sebagai masukan dari stimulus yang diterima, lalu di proses di dalam otak dan jika ingin mengingat kembali kita dapat melakukan proses recall sebagai output (Schultz & Schultz, 2014). Aliran ini mempercayai bahwa individu secara aktif dan kreatif menyusun stimulus atau informasi yang diterima dari lingkungan sekitarnya
8. Transpersonal
Manusia memiliki pengalaman dan kemampuan spiritual, gaib yang melampaui batas nalar manusia (Cunningham, 2007). Psikologi transpersonal lebih menggali kemampuan manusia dalam dunia spiritual, pengalaman puncak, dan mistisme yang dialami manusia.

            Dari penjelasan sebelumnya cukup jelas bahwa psikologi sudah berkembang semakin pesat dan banyak penelitian dan pemikiran-pemikiran mengenai psikologi. Tetapi, masih banyak hal-hal yang belum dibahas di psikologi. Maka dari itu, kita memiliki tanggung jawab moral untuk meneruskan penelitian-penelitian dan perkembangan selanjutnya dari ilmu psikologi. Sehingga ilmu psikologi dapat senantiasa membantu permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh individu ataupun masyarakat.


  • Referensi

  • ·    Brennan. J. F (2006). Sejarah dan Sistem Psikologi Edisi keenam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
  • ·  King, Laura A. (2010). The Science of Psychology : An Appreciate View (Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika
  • ·   Schultz, Duane P. & Sydeney Ellen Schultz. 2011 A History of Modern  psychology tenth edition. USA : Thomson Wadsworth
  • ·     Schultz, D.P., & Schultz, S. E. (2014). Sejarah Psikologi Modern, Bandung: Nusa Media.
  • ·     Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum : Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia